Pelajaran dari Nabi Nuh AS

Nuh adalah putra Lamik bin Matta Syalih bin Idris. Menurut Al-Quran usia Nabi Nuh ialah 950 tahun (QS. Al-‘Ankabuut:14). Setelah Nabi Idris meninggal dunia, perilaku masyarakat semakin menyimpang. Begitu juga kaum Nuh, yang ketika itu menyembah berhala. Al-Quran menyebutkan hal ini dalam Surah Nuuh ayat 23. “Mereka berkata, “Jangan kamu tinggalkan tuhan-tuhan kamu dan jangan kamu tinggalkan Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.”

Selain itu, kaum Nuh terkenal zalim dan sewenang-wenang. Kejayaan dan kekayaan membuat mereka sombong. Martabat dan harga diri diukur dari banyaknya harta. Karena itu, orang-orang miskin dipandang rendah. Para budak diperlakukan seperti binatang. Melihat keadaan itu, Allah memerintahkan Nuh untuk mengajak mereka ke jalan yang benar. Dengan sabarnya, Nabi Nuh menyampaikan ajaran-ajaran Allah kepada masyarakat yang musyrik. Nabi Nuh berkata kepada kaumnya, “Dan sesungguhnya aku memperingatkan kamu akan siksaan Allah dan aku menjelaskan kepadamu jalan keselamatan. Maka, sembahlah Allah saja dan jangan menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. Karena aku khawatir apabila kamu menyembah selain Dia, atau menyekutukan-Nya dengan yang lain, Dia akan menyiksamu pada hari kiamat dengan siksaan yang sangat menyedihkan.” (QS. Huud: 25-26).

Ternyata, dakwah Nabi Nuh tidak mendapat sambutan yang baik. Mereka malah mencemooh dan menghina Nabi Nuh. Mereka juga meremehkan Nabi Nuh dan pengikutnya yang miskin. “Maka, berkatalah pemimpin-peminpin yang kafir dari kaumnya, ‘Kami tidak melihat kamu melainkan (sebagai) seorang manusia seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina diantara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang berdusta.” (QS. Huud : 27).

Singkat cerita pada akhirnya kaum Nabi Nuh mendapat adzab dari Allah berupa air bah yang sangat besar selama 40 hari 40 malam.  Air bah tersebut merendam seluruh kaum Nabi Nuh yang ingkar kepada beliau termasuk istri dan salah satu anaknya yaitu Kan’an. Pengikut Nabi Nuh yang terselamatkan berkat kapal bahtera yang beliau buat Bersama pengikutnya selama bertahun-tahun hanya berkisar kurang dari 20 orang. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan hewan yang diselamatkan oleh Nabi Nuh yang ikut juga di kapal bahtera tersebut.

Dalam perjalanan Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya hingga turunnya adzab berupa air bah, banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil. Pelajaran tersebut antara lain :

  1. Kesabaran dan keikhlasan dalam berjuang

Kesabaran dan keikhlasan beliau dalam berjuang dapat dilihat dari selama beliau berdakwah kepada kaumnya selama beratus-ratus tahun. Siang malam beliau berdakwah dengan berbagai macam cara, mulai secara sembunyi-sembunyi, secara terang-terangang, bahkan kombinasi dari keduanya. Respon dari kaumnya sangatlah negative, mulai dari cacian, tuduhan kepada Nabi Nuh bahwa Nabi Nuh dan pengikutnya adalah penyihir,  hingga kaum yang menentang ajaran Nabi Nuh memalingkan muka dan menutup telinga ketika beliau hendak menyampaikan ajarannya. Walaupun hasil dari dakwahnya tersebut negatif dan hanya menghasilkan pengikut yang kurang dari 20 orang, beliau tetap sabar dan ikhlas dalam mendakwahi kaumnya.

  1. Visualisasi Visi dan Mimpi

Bagaimana tidak, ditengah gurun yang jauh dari sungai dan lautan, dalam cuaca terik tak berhujan, Nuh justru membangun kapal masa depan yang dikatakan sebagai aksi dari sebuah visi penyelamatan. Suatu hal yang sulit difahami kaumnya. Apakah Nuh berhenti ditengah caci maki? Tentu tidak! Nuh terus berusaha merealisasikan visinya meski jumlah pendukungnya sangat sedikit dan terdiri dari kalangan miskin papa. Orang-orang yang bertekad meraih mimpi-mimpi besarnya memang sering dipandang tidak realistis oleh lingkungan sekitarnya karena biasanya mereka memimpikan sesuatu yang seolah bertentangan dengan nalar manusia di zamannya. q Mereka membayangkan sesuatu yang tak mampu dibayangkan oleh manusia disekitarnya. Inilah sebenarnya perang urat syaraf antara para pemimpi dengan lingkungan yang dihadapi. Teror lingkungan dapat merenggut semua impian ketika kita tidak mampu membangun sistem ketabahan dalam meyakinkan lingkungan.

 

Kisah di atas menganggambarkan bagaimana tetidakmampuan lingkungan mengkonstruksi gambaran masa depan, sehingga mereka melakukan penolakan terhadap gagasan yang terkesan tidak masuk akal. Hal ini terjadi karena masyarakat umumnya mengukur kelayakan visi dari kondisi hari ini. Padahal visi adalah bagian dari masa depan, sehingga semua faktor tentang masa depanlah yang seharusnya dipertimbangkan dan bukan kondisi hari ini. q Jika banyak kondisi hari ini terlihat kontrakdisi sehingga melemahkan visi yang ingin direalisasi, justru inilah faktor yang harus mengalami perubahan. Disinilah kita membutuhkan strategi bagaimana merubah lingkungan agar bisa sejalan dan mendukung pencapaian visi yang ingin diwujudkan.

 

 

Visi besar memang membutuhkan pengorbanan yang besar. Dan salah satu pengorbanan besar yang harus kita lakukan adalah kerelaan dan keberanian untuk berbeda dengan kebanyakan orang, melawan mainstraim budaya, mendobrak kemapanan tradisi. Ejekan dan caci maki lingkungan terhadap mereka yang ingin mewujudkan mimpi-mimpi besarnya bisa jadi disebabkan karena mereka memimpikan sesuatu yang bertentangan atau bahkan dianggap berpotensi mengancam stabilitas budaya yang telah dianut lingkungannya. Disinilah ketahanan mental mereka yang memiliki impian bertemu dengan berbagai ujian, apakah mereka akan tetap bertahan untuk terus berjalan, atau harus berkompromi dengan keadaan dan membiarkan impian menjadi sekedar impian. Para Nabi selalu berteman dengan ujian-ujian yang melelahkan yang penuh dengan penolakan, ejekan bahkan ancaman ketika berusaha menawarkan visi perubahan.

  1. Kepemimpinan dalam mebuat bahtera

Bayangkan pula bagaimana susahnya membuat kapal yang besar dalam suasana tertekan dan penuh permusuhan dari kaum yang membangkang dan mendurhakainya, tetapi Nabi Nuh tetap yakin akan visi penyelamatan peradaban ini dan tetap memimpin pengikutnya untuk menyelesaikan tugas besar tersebut. Tanpa mengenal lelah, saling memotivasi dan tetap percaya diri dari kaum pembangkang yang selalu mengejeknya, Nabi Nuh dan pengikutnya dapat menyelesaikan perahu penyelamat tersebut.       Setelah itu, Nabi Nuh dan para pengikutnya memasukkan banyak jenis hewanhewan sepasang-sepasang ke dalam perahu tersebut. Akhirnya, Kapal Nabi Nuh berlayar dengan selamat diatas gelombang yang dahsyat.

Al Qur‟an Surat Al Hud, 11 ayat 37-40: (37) Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (38) Dan mulailah dia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewatinya, mereka mengejeknya. Dia (Nuh) berkata, “Jika kamu mengejek kami, maka kami (pun) akan mengejek kamu sebagaimana kamu mengejek (kami).  (39) Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa azab yang kekal.  (40) Hingga apabila perintah Kami datang dan tanur (dapur) telah memancarkan air, Kami berfirman, “Muatkanlah kedalamnya (kapal itu) dari masing-masing (hewan) sepasang (jantan dan betina), dan (juga) keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu dan (muatkan pula) orang yang beriman.” Ternyata orang-orang beriman yang bersama dengan Nuh hanya sedikit.”

  1. Kekuatan Doa
  • Al Qur‟an Surat Al Mu‟minun, 23 ayat 26: “Dia (Nuh) berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah aku, karena mereka mendustakan aku” dan juga dalam Al Qur‟an
  • Surat As Saffat, 37 ayat 75: “Dan sungguh, Nuh telah berdoa kepada Kami, maka sungguh, Kamilah sebaik-baik yang memperkenankan doa”
  • Al Qur‟an Surat Al Qamar, 54 ayat 10: “Maka dia (Nuh) mengadu kepada Tuhannya, “Sesungguhnya aku telah dikalahkan, maka tolonglah aku”.

Sesungguhnya kejayaan yang hakiki dan kemenangan yang besar adalah saat mendapatkan keyakinan akan kebenaran yang diperjuangkan, bukan dengan banyaknya pejuang dan para pengikut kebenaran, namun terletak pada visi dan ideologi yang diyakini. Karena itu, bukanlah jumlah pengikut yang sedikit atau banyak, tetapi hanya pejuang-pejuang yang mampu memahami makna tauhid yang sebenarnya dan merealisasikan arti beribadah kepada Allah, yang dapat menghancurkan semua musuhnya dan menciptakan bangsa yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Mari kita contoh Nabi Nuh dan ummatnya yang berhasil selamat dari bencana banjir yang sangat dahsyat untuk membentuk peradaban baru demi memajukan bangsa dan negara. Insya Allah, dengan kesabaran dan kesungguhan tekad serta perjuangan yang tidak kenal menyerah, bersama-sama kita akan mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan bermartabat serta kebaikan bagi seluruh alam semesta.

 

#30DWC #30DWCJilid16 #Day7

Tinggalkan komentar